MEMAKNAI HARI KEMERDEKAAN
DENGAN MEMERDEKAKAN GURU
Oleh :
Isnen
Widiyanti, S.Pd
Guu MTs N
Model Babakan
Merdekaaaa...!!!! Pekik semua
orang dari segala penjuru Indonesia, dari Sabang hingga Merauke membahana di
langit bumi Indonesia. Gegap-gempita perayaan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia yang ke-71 bergema di seantero penjuru negeri. Kemeriahan menyambut
dan merayakan HUT RI tidak sekadar milik penguasa, tapi juga rakyat jelata.
Tidak hanya di Istana Negara, tapi juga di desa-desa. Tidak terkecuali di
sekolah, guru, staf, dan siswa berbaur mengikuti beragam lomba, sekaligus
menghias sekolah dengan dominasi bendera merah putih.
Namun, Kemerdekaan yang diraih
oleh bangsa ini sejak 71 tahun silam ternyata belum sepenuhnya dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat. Berbagai persoalan yang dialami oleh para guru saat
ini membuktikan bahwa mereka belum mampu membebaskan diri dari belenggu yang
selama ini memasung kreativitasnya. Tak heran jika output yang dihasilkan pun
masih jauh dari harapan.
Banyak orang yang menganggap
bahwa menjadi seorang guru itu mudah. Persepsi itu sungguh tidak benar adanya,
karena seseorang guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik dan
mengajar. Tanggung jawab itulah yang menjadi professionalitas seorang guru di
mata masyarakat. Seorang guru tidak sebatas mengajar di kelas tetapi juga harus
menjadi teladan bagi muridnya. Keteladanan tersebut akan menjadi tolak ukur
keberhasilan seorang guru.
Dalam mentrasfer ilmu, seorang
guru haruslah memperhatikan murid-murid secara bijak dan cermat, karena antara
murid yang satu dan lainnya berbeda karakter. Ada murid yang cepat dalam
menangkap pelajaran, ada juga murid yang lamban dalam memahami pelajaran.
Selain itu guru juga harus menjunjung tinggi etika dan norma dalam mendidik.
Yang masih terasa membelenggu
kalangan pendidikan antara lain gelar pahlawan tanpa tanda jasa bagi para guru
di Indonesia. Gelar ini bukan sesuatu yang tidak baik, tetapi kalau
penafsirannya tidak tepat akan menghasilkan implilkasi yang justru menyudutkan
para guru. Apa artinya gelar sebagus itu jika tidak memberikan jaminan hidup
yang layak?
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta perubahan sosio-kultural yang terkadang sulit
diprediksi, profesi pendidik seakan-akan dihadapkan pada dilema yang kompleks.
Di satu pihak, masyarakat pengguna jasa kependidikan menuntut akan kualitas
layanan jasa kependidikan secara lebih baik, tetapi di pihak lain para
penyandang profesi kependidikan dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Bahkan
secara individual mereka dihadapkan pula pada suatu realitas bahwa
kesejahteraannya perlu mendapat perhatian khusus. Imbalan jasa kependidikan
yang kurang sesuai menurut ukuran kebutuhan hidup realistis masih menjadi topik
diskusi keseharian masyarakat. Padahal masyarakat yakin betul bahwa
kelangsungan hidup bangsa ini akan sangat ditentukan oleh keberhasilan proses
sistem pendidikan.
Makna kemerdekaan bagi guru
adalah ketika ia memiliki kebebasan dalam mendesain pembelajaran sesuai kondisi
sekolah dan siswa agar tujuan pendidikan tercapai. Kemerdekaan bagi guru adalah
ketika dia diberikan peluang untuk meningkatkan kompetensinya tanpa hambatan,
baik melalui seminar, pelatihan, maupun melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Kenyataannya, guru belum merdeka dalam pengertian di atas.
Melihat
seorang guru seperti melihat sebuah masa depan cerah yang telah dijanjikan
untuk dunia ini. Ingatkah kita ketika Jepang pernah terpuruk dengan hancurnya
kota Nagasaki dan Hiroshima
oleh bom Amerika. Jepang saat itu lumpuh total, korban meninggal mencapai jutaan, belum lagi efek radiasi bom tersebut yang dalam perkiraan membutuhkan 50 tahun untuk menghilangkan itu semua. Maka Jepang terpaksa menyerah kepada sekutu, dan setelah itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jendral masih hidup yang tersisa menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang tersisa?“. Para jendral pun bingung mendengar pertanyaan Kaisar Hirohito dan menegaskan kepada Kaisar bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi Kaisar walau tanpa guru. Namun, Kaisar Hirohito kembali berkata, “Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan.”
oleh bom Amerika. Jepang saat itu lumpuh total, korban meninggal mencapai jutaan, belum lagi efek radiasi bom tersebut yang dalam perkiraan membutuhkan 50 tahun untuk menghilangkan itu semua. Maka Jepang terpaksa menyerah kepada sekutu, dan setelah itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jendral masih hidup yang tersisa menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang tersisa?“. Para jendral pun bingung mendengar pertanyaan Kaisar Hirohito dan menegaskan kepada Kaisar bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi Kaisar walau tanpa guru. Namun, Kaisar Hirohito kembali berkata, “Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan.”
Betapa
bernilainya seorang guru di mata Kaisar saat itu sama seperti betapa
bernilainya guru saat ini. Jepang menjadi negara maju seperti saat ini tak
lepas dari pengaruh dan campur tangan guru. Tanpa guru, mungkin Jepang saat ini
akan tetap terpuruk dan takkan menjadi salah satu negara yang ditakuti oleh
negara lain. Bahkan saat ini, Jepang telah menjadi ancaman serius untuk negara
yang pernah menjadikkannya terpuruk, yakni Amerika. Kemajuan Jepang tersebut
hanyalah sebuah ilustrasi dan pengibaratan yang sangat sederhana tentang
pentingnya sosok guru.
Mengingat pentingnya arti sebuah
kemerdekaan bagi guru dalam mendidik tunas-tunas bangsa, sudah saatnya semua
pihak bergerak untuk memberikan kontribusinya. Pemerintah pusat sebagai
pemegang kebijakan tertinggi diharapkan mampu memenuhi berbagai kebutuhan yang
dimiliki oleh guru. Besarnya anggaran yang dikeluarkan hendaknya dipandang
sebagai sebuah investasi dan bukan beban. Alhamdulillah, kini kesejahteraan
guru sudah mulai diperhatikan oleh pemerintah, seperti adanya tunjangan
sertifikasi guru bahkan untuk daerah tertentu, seperti di DKI Jakarta
kesejahteraan guru sudah di anggap cukup dengan adanya tunjangan kesejahteraan
dari PEMDA DKI JAKARTA.
Sejalan dengan peningkatan
kesejahteraan guru di Indonesia, kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi para
guru sudah saatnya ditingkatkan. Para guru harus mampu mengubah mind set dan bertindak dalam
menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik. Kedepan guru tidak terjebak
pada rutinitas tugas belaka, tetapi secara terus menerus guru harus mampu
meningkatkan kualitas mengajar dan mendidiknya sehingga upaya peningkatan mutu
pendidikan dapat tercapai. Tanpa perubahan mind set dari para guru sepertinya
sulit dan hampir tidak mungkin mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat.
Hal ini di sebabkan guru berada di garda terdepan dalam peningkatan mutu
pendidikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan
kesejahteraan pribadi dan profesional guru yang meliputi : imbal jasa yang
wajar dan proporsional, rasa aman dalam melaksanakan tugasnya, kondisi kerja
yang kondusif bagi pelaksanaan tugas dan suasana kehidupannya, hubungan antar
pribadi yang baik dan kondusif, kepastian jenjang karier dalam menuju masa
depan yang lebih baik.
Adapun pemerintah daerah
hendaknya benar-benar menyadari bahwa tugas utama seorang guru adalah mendidik
anak. Mendorong mereka ke dalam pusaran politik hanya akan membuat harkat dan
martabat guru jatuh di hadapan masyarakat. Oleh karenanya mendukung guru agar
bersikap netral merupakan keputusan yang bijak. Selain kedua hal diatas, yang
tak kalah penting adalah memberikan kepercayaan kepada guru untuk mendidik
tunas-tunas bangsa sesuai dengan potensinya. Guru tentunya lebih mengetahui
kurikulum mana yang sesuai digunakan di sekolahnya. Melalui berbagai upaya
diatas, kita berharap setiap guru dapat memperoleh kemerdekaan sebagaimana yang
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Dengan begitu mereka pun dapat
mencurahkan segenap potensi serta kreativitasnya dalam mendidik tunas-tunas
bangsa sesuai dengan yang diharapkan.