sugeng rawuh


widget

Minggu, 27 Oktober 2013

RAHASIA PEMIMPIN IDAMAN

RAHASIA PEMIMPIN IDAMAN
Oleh :
ISNEN WIDIYANTI, S.Pd
Guru MTs N Model Babakan

Mitos kepemimpinan di Indonesia mengatakan bahwa “pemimpin bangsa Indonesia sebaiknya orang Jawa” sebenarnya memiliki makna yang kadangkala ada benarnya. Mengapa saya mengatakan demikian? Memang, salah satu kehebatan Indonesia adalah begitu beragamnya suku dan kaya akan nilai-nilai kehidupan yang luar biasa. Tetapi yang menurut saya menonjol adalah budaya Jawa karena nilai-nilai budayanya menekankan kehalusan budi dan cerita serta etikanya termasuk di dalamnya etika kepemimpinan. Walaupun nilai-nilai kepemimpinan ada di setiap suku dan perlu digali karena tidak kalah maknanya, tetapi nilai budaya Jawa diajarkan di semua lini strata sosial mulai dari elit sampai ke rakyat jelata, sehingga dia menjadi suatu yang nampak dalam praktika.
Kepemimpinan selalu merupakan proses dua arah, yaitu interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin. Dalam budaya Jawa, pemimpin itu adalah karena suratan nasib, dan didukung oleh
orang-orang yang ingin dipimpin oleh dirinya. Seorang pemimpin dari dalam lubuk
hatinya tidak pernah ingin dan merasa layak untuk menjadi pemimpin. Bahkan untuk
menghindari bahwa ia diharuskan memimpin, ia akan menceritakan segala
kekurangannya, keterbatasannya, dengan harapan tidak dituntut untuk memimpin.
Bilamana masyarakat tetap berkehendak agar dia yang memimpin, maka ia akan
meminta bantuan dari rakyat agar dirinya dapat memimpin dengan benar. Pemimpin adalah orang yang bekerja untuk melayani orang-orang atau bawahan yang ia pimpin,
dengan cara memberi saluran dan kesempatan bagi bawahannya untuk memperjuangkan kepentingan mereka dalam suasana kompetisi yang sehat.(Dr. Ing.H. Fauzi Bowo, Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta).
Dalam wacana falsafah pewayangan Jawa dikenal suatu konsepsi Ilmu Luhur yang menjadi prinsip dasar kepemimpinan a la Jawa. Yakni ilmu “Hastha Brata” atau dikenal pula sebagai Wahyu Makutha Rama yang diterima Raden Arjuna setelah menjalani “laku” prihatin dengan cara tapa brata dan tarak brata (Lihat : serat Laksita Jati).  Hastha berarti delapan, brata adalah “laku” atau jalan spiritual/rohani. Hastha Brata maknanya adalah delapan “laku” yang harus ditempuh seseorang bila sedang menjalankan tampuk kepemimpinan. Kedelapan “laku” sebagai personifikasi delapan unsur alamiah yang dijadikan panutan watak (watak wantun) seorang pemimpin. Kedelapan unsur tersebut meliputi delapan karakter unsur-unsur alam yakni : bumi, langit, angin, samudra-air, rembulan, matahari, api, dan bintang.
               Bagi masyarakat Jawa, rupanya, sudah tak asing lagi dengan istilah ‘Ilmu Hastha Brata’ yang disosialisasikan dalam pewayangan. ‘Ilmu Hastha Brata’ bukanlah ilmu sembarangan, melainkan ‘ilmu pethingan’. Sebab digambarkan dalam pewayangan, ilmu tersebut telah mengantarkan kesuksesan dua orang Raja besartitisan Bathara Wisnu—yakni Sri Rama Wijaya Raja Ayodya dan Sri Bathara Kresna Raja Dwarawati—dalam memimpin negara.
Lantas, bagaimana rahasia ilmu kenegaraan itu? Dan, bagaimana pula kandungan‘Ilmu Hastha Brata’ hingga membawa kesuksesan bagi Prabu Rama dan Prabu Kresna?
Sebagaimana diketahui, ‘Ilmu Hastha Brata’ adalah meneladani perwatakan 8 (delapan) anasir alam semesta dalam kehidupannya sehari-hari, sebagai berikut:
Pertama, hambeging kisma (wataknya bumi) yang maknanya kaya, suka berderma, kaya hati (lembah manah, legawa). Dalam perspektif tasawuf, misalnya, orang sufi itu diharapkan bisa seperti tanah: tidak nggrundel (keluh kesah) meski dia menjadi jalan yang diinjak-injak orang atau ditempatkan di kandang sapi sekalipun. Namun, tanah ada juga yang dijadikan dinding di rumah-rumah megah atau dijadikan genteng yang berada di atas rumah yang fungsinya melindungi tuan rumah dari panasnya matahari dan turunnya air hujan. Dalam perspektif filosofis kejadian manusia yang berasal dari tanah, jika diteliti secara seksama, sebenarnya tanah lebih kuat dibanding api—yang merupakan asal mula iblis. Meski iblis merasa dirinya lebih baik daripada tanah sehingga menjadi takabur, sebenarnya argumentasi tadi tidak benar. Jika ada api cobalah ditabur dengan tanah secukupnya, niscaya api tadi akan menjadi padam.
Kedua, hambeging tirta (wataknya air) yang maknanya selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah dan selalu bersikap andhap asor anoraga atau rendah hati dalam kehidupan sehari-hari. Sifat orang yang demikian bisa dikatakan “mengalir” saja dalam hidupnya; tak menargetkan sesuatu, tenang dan bening sebagaimana kharakter air, tidak tergesa-gesa, bahkan perilakunya juga lemah-lembut, jauh dari stres atau depresi, dan seterusnya.
Ketiga, hambeging samirana (wataknya angin) yaitu selalu meneliti dan menelusup ke mana-mana, sehingga benar-benar mengetahui secara persis persoalan-persoalan yang ada di masyarakat: bukan hanya sekedar kata orang belaka. Kejeliannya dalam meneliti segala persoalan tadi akhirnya dia berhasil mengetahui data-data di lapangan dengan valid dan akurat. Dampak positifnya adalah menjadi orang yang terpercaya dan dapat dipegang kata-katanya.
Keempat, hambeging samodra (wataknya lautan) yang maknanya luas hatinya dan siap menerima keluhan atau menampung beban orang banyak tanpa perasaan keluh-kesah. Dalam pergaulan sama sekali tidak membeda-bedakan antara golongan atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.  Semuanya dianggap sama, sebab semuanya merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Dalam konteks keilmuan pun, orang seperti ini biasanya bersikap sangat bijaksana, arif, dan bahkan menerapkan teorinya Bima Sena (dalam pewayangan) atau Sayyidina Abu Bakar r.a: pinter api balilu (orang yang sebenarnya pandai tetapi berlagak seperti orang bodoh). Biasanya orang seperti itu disebut “nyegara”: karena mampu menutupi ilmunya yang luas, sehingga tatkala berhadapan dengan siapa pun saja dengan penyesuaian diri secara sempurna.
Kelima, hambeging candra (wataknya bulan) yakni selalu memberi penerang(pepadhang) kepada siapapun saja dan menggambarkan nuansa keindahan religius-spiritual yang mengarah untuk senantiasa ber-musyahadah (mengingat Allah) kepada kebesaran dan keindahan Tuhan. Terlebih lagi, keindahan rembulan akan lebih nampak bersinar pada malam bulan purnama (Bahasa Jawa: padhang mbulan),sehingga mampu menggungah untuk makin mengingat kebesaran, keindahan, dan keagungan Tuhan. Selain itu, pancaran cahaya rembulan juga mampu menggugah nuansa estetika atau citra seni yang amat tinggi. Mengapa orang-orang kuno dahulu banyak yang berada di luar rumah pada malam bulan purnama? Ternyata, perilaku mereka tadi sangat baik untuk mengobati segala macam penyakit; yakni dengan cara berjemur pada malam bulan purnama.
Keenam, hambeging surya (wataknya matahari) yang maknanya memberikan daya, energi, kekuatan atau power kepada orang lain. Selain itu, ‘perjalanan’ matahari sejak terbit di sebelah timur hingga terbenam di sebelah barat menunjukkan suatu perjalanan yang istiqomah (alon maton, alon-alon asal klakon). Sebagaimana disebutkan dalam bahasan awal, dalam konteks keilmuan yang diambil dari ayat-ayat alam, matahari melambangkan rahmat Tuhan, rembulan melambangkan pemimpin, dan bumi adalah rakyat. Ketika terjadi gerhana matahari—bumi gelap karena sinar matahari tertutup bulan—ilustrasi maknanya adalah pemimpin (bulan) sedang mengalami kegelapan; akibatnya rakyat (bumi) pun juga menjadi gelap. Dan, peristiwa gerhana matahari itu pernah terjadi pada zaman pemerintahan Orde Baru dulu, sedangkan gerhana bulan dua kali terjadi di zaman ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkuasa. 
Ketujuh, hambeging dahana (wataknya api) yang selalu mampu menyelesaikan masalah dengan adil serta tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya (tan pilih kasih). Wataknya api dalam konteks ‘Ilmu Hastha Brata’ ini bersifat positif, karena aplikasinya serius dan mampu menyelesaikan masalah secara tuntas (istilah Jawanya: bisa mrantasi gawe). Sebaliknya, api—yang bersifat negatif—merupakan simbol dari nafsu: yakni nafsu menguasai, menindas, memerintah, mendikte, mendholimi, meminggirkan, bahkan memenjarakan dan menyengsarakan orang lain. Ketika kita makan makanan yang lezat dan nikmat, sebenarnya perut memiliki keterbatasan dengan menampung makanan yang banyak tadi, tetapi si lidah tetap merasa nikmat untuk terus melahap apa saja!
Kedelapan, hambeging kartika (wataknya bintang); yakni menggambarkan kepribadian, maqam atau posisi, bahkan cita-cita yang tinggi, kokoh dan bersifat tetap seperti bintang yang berada di langit. Ungkapan menjadi ‘bintang kelas’, misalnya, hal itu diambil dari filosofi hambeging kartika ini. Begitu pula dengan pangkat yang tinggi dalam kemiliteran pun juga dilambangkan dengan tanda ‘bintang’.
Demikianlah makna dan rahasia kandungan ‘Ilmu Hastha Brata’ yang dimiliki Prabu Rama Wijaya dan Prabu Sri Bathara Kresna; yang juga di-wejangkan kepada Raden Arjuna.
Jika ditelaah lebih mendalam, kajian tentang ‘Ilmu Hastha Brata’ di atas sebenarnya menyangkut dua hal. Pertama, keteladanan seorang pemimpin—Prabu Rama Wijaya dan Prabu Sri Bathara Kresna—yang mampu memimpin negara dengan adil dan bijaksana sehingga namanya harum di mata rakyat. Kedua, dengan meneladani perwatakan delapan alam di atas menyebabkan sang pelaku (pemimpin) secara otomatis masuk ke pendalaman wilayah spiritual-religius. Sebab, alam semesta itu sebenarnya merupakan ayat-ayat Tuhan yang tersirat, sedangkan Kitab Qur’an merupakan ayat Tuhan yang tersurat. Keduanya tidak bersinggungan atau bertabrakan, melainkan berjalan secara selaras dan harmonis. Maka, tidak mustahil bagi yang menjalankan ajaran ‘Ilmu Hastha Brata’ di atas lama-kelamaan akan menjadi insan kamil.
Bila seorang pemimpin bersedia mengadopsi  8 karakter unsur alamiah tersebut, maka ia akan menjadi pemimpin atau raja yang adil, jujur, berwibawa, arif dan bijaksana. Hal ini berlaku pula untuk masyarakat luas, bilamana seseorang dapat mengadopsi ilmu Hastha Brata ia akan menjadi seseorang yang hambeg utama, berwatak mulia, luhur budi pekertinya. Bandingkan, misalnya, dengan penguasa atau pemimpin yang hidup di zaman modern dewasa ini: sudahkah mereka bersungguh-sungguh menyejahterakan kehidupan rakyat kecil? Atau, bahkan, apakah kesungguhan para pemimpin dalam memperjuangkan rakyat kecil tadi hanya sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan yang telah mereka dapatkan saja?

Jumat, 18 Oktober 2013

Geguritan

GEGURITAN

Tegese geguritan
·         Geguritan saka tembung lingga ‘gurita’ yaiku owah-owahan saka tembung ‘gerita’. Dene tembung ‘gerita’ iku saka tembung lingga ‘gita’ kang nduweni teges tembang utawa syair.
·         Ana uga kang nduweni panemu yen geguritan iku saka tembung lingga ‘gurit’ kang nduweni teges tembang, kidung, syair. 
·         Miturut kamus, geguritan yaiku tembang uran-uran utawa karangan kang pinathok kayadene tembang, nanging guru gatra, guru lagu, lan guru wilangane ora ajeg.
·         Miturut Raminah Baribin (2005) geguritan iku iketaning basa kaya dene syair. Mula saperangan pawongan ana kang ngarani utawa nyebut syair Jawa gagrag anyar.
Saka maneka teges geguritan ing dhuwur bisa kajupuk dudutane (kesimpulane), geguritan yaiku wohing kasusastran Jawa anyar awujud syair kang tanpa nganggo paugeran/pathokan tartamtu.
Titikane geguritan
Titikane geguritan yaiku:
·         Ora kawengku ing pathokan
·         Dudu basa padinan
·         Migunakake tembung-tembung kang pinilih
·         Cacahe larikan ora katemtokake
·         Isine mentes
·         Arang-arang nggunakake tembung-tembung pangiket
Jinise geguritan
1.      Geguritan Kuna
Geguritan kuna nduweni pathokan/paugeran:
a.    Cacahe gatra (larikan) ora ajeg, nanging sithik-sithike papat.
b.    Cacahing wanda (suku kata) ing saben gatra utawa larik kudu padha akehe
c.    Tibaing swara (guru lagu) kudu runtut
d.    Sangarepe guritan diwiwiti tembung “Sun nggurit”, utawa “Sun Ngegurit”
Contoh geguritan Kuna:
Sun nggegurit:
Kahanan jaman saiki
Sipat pemudha-pemudhi
Srawunge saya ndandi
Raket wewekaning sepi
Tan kadi jaman nguni
Srawung sarwa ngati-ati
2.    Geguritan Anyar
Guritan anyar (geguritan) tegese rumpakan kang ora kaiket ing paugeran dene edi penine rumpakan ngendelake tembung kang mentes lan pilihan.
3.  Geguritan mawa dhapukan tartamtu
Miturut pandhapuke ukara lan pangiketing tembung, arane geguritan iku warna-warna, kayata:
1.              Rong gatra sapada, diarani gita dwigatra (distikon)
2.              Telung gatra sapada, diarani gita trigatra (terzina)
3.              Patang gatra sapada, diarani gita caturgatra (kuatrain)
4.              Limang gatra sapada, diarani pancagatra (kuin)
5.              Nem gatra sapada, diarani gita sadgatra (sekstet)
6.              Pitung gatra sapada, diarani saptagatra (saptima)
7.              Wolung gatra sapada, diarani gita hastagatra (oktavo)
8.              Sangang gatra sapada, diarani gita nawagatra
9.              Dhapur soneta
10.          Tanpa tinamtu diarani gita mardika (puisi bebas)
B.                                     Maca Geguritan
Geguritan bisa kanggo medharake utawa ngandharake isine ati lan aweh piwulang, pepeling, sarta pitutur marang wong sing maca. Sawijining geguritan bakal luwih gampang olehe nggoleki amanat utawa piwulang kang ana sajroning geguritan kanthi cara diparafrasekake luwih dhisik. Parafrase geguritan tegese proses owah-owahan saka wujud geguritan didadekake wujud gancaran utawa paragraf,  kanthi ancas supaya maknane/tegese geguritan luwih cetha lan gamblang. Geguritan iku bisa dirasakake kanthi maca utawa ngrungokake, satemah bisa:
1.        Nemokake pesen (amanat/piwulang) kang kamot ing sajroning geguritan,
2.         Nemtokake sebab kang ndadekake endahing geguritan,
3.        Gawe gambaran tumrap geguritan kang diwaca utawa dirungokake.
Kang perlu digatekake jroning nyulih wedharaning geguritan / gancaran  yaiku:
1.        Maca tulisan (naskah) kanthi setiti
2.        Ngira-ira tetembungan kang diilangi, nuli mbalekake
3.        Njingglengi ten ana pasemin utawa pralambang sing dienggo
4.        Njarwani (menafsirkan makna) pasemon utawa pralambange
5.        Ngupakara (merangkaikan) ukara-ukara saka panaliten dadi sawijining gancaran

Kanggo ngelingake maneh apa wae sing kudu digatekake nalika maca geguritan, ing ngisor iki perangan-perangan sing kudu disemak lan diugemi,yaiku:
1.        Wirama (irama/lagu)
Irama kudu digatekake nalika maca geguritan, umpamane banter, alon, cetha utawa samar, lan sapanunggalane. Nalika maca geguritan sing surasane semangat kudu nyuwara sora, beda nalika maca geguritan sing surasane ngemu kasusahan, kudu alon, alus, lan melas.
2.        Wirasa (rasaning swasana ati)
Surasane utawa isine geguritan kudu dimangerteni tegese utawa karepe. Nuli anggone maca ngetrepake utawa nyelarasake karo isining geguritan, yaiku susah, seneng,wibawa, getun, nesu lan sapanunggalane.
3.        Wiraga (obahing awak)
Obahing awak yaiku aja kaku, luwes wae, mlaku uga prayoga, ngobahake peranganing awak kanggo mbangun swasana. Pasemon, praenan kudu selaras karo isining geguritan nanging aja banget-banget.
4.        Wicara (pocapan)
Pocapan sing cetha nalika ngucapake aksara swara, wanda, lan tembung.
          Nulis/nggawe geguritan
Jaman saiki panulise geguritan beda karo ing jaman biyen ora nganggo paugeran pinathok. Geguritan ing jaman biyen diarani puisi Jawa Kuna utawa puisi Jawa gagrag lawas, jalaran kaiket dening guru gatra, guru lagu, lan guru wilangan. Ing puisi Jawa Kuna mesthi kawiwitan tembung “Sun anggurit” utawa “Sun Nggegurit”. Ing puisi Jawa anyar utawa geguritan, kabeh aturan mau ora ana. Cacahe gatra, wilangan, lan lagune bebas.
Carane nulis geguritan yaiku:
1.         Nemtokake tema,
2.         Milih tetembungan kang mentes
3.         Endah lan cekak,
4.        Menehi irah-irahan kang jumbuh karo isine geguritan


Selasa, 15 Oktober 2013

10 KESALAHAN MENDIDIK ANAK

Bila Anda berpikir apakah Anda adalah orang tua yang teladan ? Maka jawaban Anda, pasti tentu saja saya orang tua teladan bagi anak saya. Mana ada sih “Harimau yang memakan anaknya sendiri”, atau mungkin mana mungkin sih kita mencelakakan anak kita sendiri. Orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya. Kenyataannya banyak orang tua yang melakukan kesalahan dalam mendidik putra-putrinya.  Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang mungkin Anda tidak sadari terjadi dalam mendidik anak Anda :           
1. Kurang Pengawasan
Menurut Professor Robert Billingham, Human Development and Family Studies – Universitas Indiana, “Anak terlalu banyak bergaul dengan lingkungan semu diluar keluarga, dan itu adalah tragedi yang seharusnya diperhatikan oleh orang tua”. Nah sekarang tahu kan, bagaimana menyiasatinya, misalnya bila anak Anda berada di penitipan atau sekolah, usahakan mengunjunginya secara berkala dan tidak terencana. Bila pengawasan Anda jadi berkurang, solusinya carilah tempat penitipan lainnya. Jangan biarkan anak Anda berkelana sendirian. Anak Anda butuh perhatian.
2. Gagal Mendengarkan
Menurut psikolog Charles Fay, Ph.D. “Banyak orang tua terlalu lelah memberikan perhatian – cenderung mengabaikan apa yang anak mereka ungkapkan”, contohnya Aisyah pulang dengan mata yang lembam, umumnya orang tua lantas langsung menanggapi hal tersebut secara berlebihan, menduga-duga si anak terkena bola, atau berkelahi dengan temannya. Faktanya, orang tua tidak tahu apa yang terjadi hingga anak sendirilah yang menceritakannya.
3. Jarang Bertemu Muka
Menurut Billingham, orang tua seharusnya membiarkan anak melakukan kesalahan, biarkan anak belajar dari kesalahan agar tidak terulang kesalahan yang sama. Bantulah anak untuk mengatasi masalahnya sendiri, tetapi jangan mengambil keuntungan demi kepentingan Anda.
4. Terlalu Berlebihan
Menurut Judy Haire, “banyak orang tua menghabiskan 100 km per jam mengeringkan rambut, dari pada meluangkan 1 jam bersama anak mereka”. Anak perlu waktu sendiri untuk merasakan kebosanan, sebab hal itu akan memacu anak memunculkan kreatifitas tumbuh.
5. Bertengkar Dihadapan Anak
Menurut psikiater Sara B. Miller, Ph.D., perilaku yang paling berpengaruh merusak adalah “bertengkar” dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar didepan anak mereka, khususnya anak lelaki, maka hasilnya adalah seorang calon pria dewasa yang tidak sensitif yang tidak dapat berhubungan dengan wanita secara sehat. Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi diantara mereka, tanpa anak-anak disekitar mereka. Wajar saja bila orang tua berbeda pendapat tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak.
6. Tidak Konsisten
Anak perlu merasa bahwa orang tua mereka berperan. Jangan biarkan mereka memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa dihadapan anak.
7. Mengabaikan Kata Hati
Menurut Lisa Balch, ibu dua orang anak, “lakukan saja sesuai dengan kata hatimu dan biarkan mengalir tanpa mengabaikan juga suara-suara disekitarnya yang melemahkan. Saya banyak belajar bahwa orang tua seharusnya mempunyai kepekaan yang tajam tentang sesuatu”.
8. Terlalu Banyak Nonton TV
Menurut Neilsen Media Research, anak-anak Amerika yang berusia 2-11 tahun menonton 3 jam dan 22 menit siaran TV sehari. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua cenderung membiarkan anak berlama-lama didepan TV dibanding mengganggu aktifitas orang tua. Orang tua sangat tidak mungkin dapat memfilter masuknya iklan negatif yang tidak mendidik.
9. Segalanya Diukur Dengan Materi
Menurut Louis Hodgson, ibu 4 anak dan nenek 6 cucu, “anak sekarang mempunyai banyak benda untuk dikoleksi”. Tidaklah salah memanjakan anak dengan mainan dan liburan yang mewah. Tetapi yang seharusnya disadari adalah anak Anda membutuhkan quality time bersama orang tua mereka. Mereka cenderung ingin didengarkan dibandingkan diberi sesuatu dan diam.
10. Bersikap Berat Sebelah
Beberapa orang tua kadang lebih mendukung anak dan bersikap memihak anak sambil menjelekkan pasangannya didepan anak. Mereka akan hilang persepsi dan cenderung terpola untuk bersikap berat sebelah. Luangkan waktu bersama anak minimal 10 menit disela kesibukan Anda. Dan pastikan anak tahu saat bersama orang tua adalah waktu yang tidak dapat diinterupsi.

DO’A-DO’A YANG DIBACA DALAM IBADAH HAJI DAN UMRAH

Ibadah haji memerlukan persiapan sempurna: jasmani dan rohani. Dengan niat menunaikan rukun islam kelima, para calon harus lurus niat sehingga iman dan taqwa akan senantiasa menuntun langkah beribadah haji mencapai haji mabrur.

Kepada para calon yang berkesempatan segera menunaikan panggilan Allah SWT semoga terjaga kesehatan dan selama di tanah suci mampu menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji. Dan, kembali di tanah air dengan selamat dan sehat bertemu keluarga dalam rahmat Allah SWT. Amiin.

1. Bacaan Talbiyah

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka, laa syarikalak.
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, ni’mat dan segenap kekuasan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”

2. Bacaan Sholawat

أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ
Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa’alaa aali Muhammadin.
“Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya.”

3. Bacaan niat

Niat Umrah
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ عُمْرَةً
Labbaik Allahumma ‘umratan
“Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah.”
Atau:
نَوَيْتُ الْعُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهَا للهِ تَعَالىَ
Nawaitul ‘Umrata wa ahramtu bihaa lillahi ta’alaa.
“Aku niat umrah dengan berihram karena Allah ta’ala.”
SEJARAH QURBAN

Qurban dalam istilah fikih adalah Udhiyyah (الأضحية) yang artinya hewan yang disembelih waktu dhuha, yaitu waktu saat matahari naik. Secara terminologi fikih, udhiyyah adalah hewan sembelihan yang terdiri onta, sapi, kambing pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasriq untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kata Qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah, maka terkadang kata itu juga digunakan untuk menyebut udhiyyah.
Mempersembahkan persembahan kepada tuhan-tuhan adalah keyakinan yang dikenal manusia sejaka lama. Dalam kisah Habil dan Qabil yang disitir al-Qur'an disebutkan Qurtubi meriwayatkan bahwa saudara kembar perempuan Qabil yang lahir bersamanya bernama Iqlimiya sangat cantik, sedangkan saudara kembar perempuan Habil bernama Layudza tidak begitu cantik. Dalam ajaran nabi Adam dianjurkan mengawinkan saudara kandung perempuan mendapatkan saudara lak-laki dari lain ibu. Maka timbul rasa dengki di hati Qabil terhadap Habil, sehingga ia menolak untuk melakukan pernikahan itu dan berharap bisa menikahi saudari kembarnya yang cantik. Lalu mereka sepakat untuk mempersembahkan qurban kepada Allah, siapa yang diterima qurbannya itulah yang akan diambil pendapatnya dan dialah yang benar di sisi Allah. Qabil mempersembahkan seikat buah-buahan dan habil mempersembahkan seekor domba, lalu Allah menerima qurban Habil.
Qurban ini juga dikenal oleh umat Yahudi untuk membuktikan kebenaran seorang nabi yang diutus kepada mereka, sehingga tradisi itu dihapuskan melalui perkataan nabi Isa bin Maryam.Tradisi keagamaan dalam sejarah peradaban manusia yang beragam juga mengenal persembahan kepada Tuhan ini, baik berupa sembelihan hewan hingga manusia. Mungkin kisah nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anaknya adalah salah satu dari tradisi tersebut.
Dalam al-Qur'an dikisahkan:
37. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
37. 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
37. 104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
37. 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu  sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 
Yang dimaksud dengan "membenarkan mimpi" ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
37. 106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
37. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
 Sesudah nyata kesabaran dan keta'atan Ibrahim dan Ismail a.s. maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing).
Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari Raya Haji.
 Persembahan suci dengan menyembelih atau mengorbankan manusia juga dikenal peradaban Arab sebelum Islam. Disebutkan dalam sejarah bahwa Abdul Mutalib, kakek Rasululluah, pernah bernadzar kalau diberi karunia 10 anak laki-laki maka akan menyembelih satu sebagai qurban. Lalu jatuhlah undian kepada Abdullah, ayah Rasulullah. Mendengar itu kaum Quraish melarangnya agar tidak diikuti generasi setelah mereka, akhirnya Abdul Mutalib sepakat untuk menebusnya dengan 100 ekor onta. Karena kisah ini pernah suatu hari seorang badui memanggil Rasulullah "Hai anak dua orang sembelihan" beliau hanya tersenyum, dua orang sembelihan itu adalah Ismail dan Abdullah bin Abdul Mutalib.
Begitu juga persembahan manusia ini dikenal oleh tradisi agama pada masa Mesir kuno, India, Cina, Irak dan lainnya. Kaum Yahudi juga mengenal qurban manusia hingga Masa Perpecahan. Kemudian lama-kelamaan qurban manusia diganti dengan qurban hewan atau barang berharga lainnya. Dalam sejarah Yahudi, mereka mengganti qurban dari menusia menjadi sebagian anggota tubuh manusia, yaitu dengan hitan. Kitab injil penuh dengan cerita qurban. Penyaliban Isa menurut umat Nasrani merupakan salah satu qurban teragung. Umat Katolik juga mengenal qurban hingga sekarang berupa kepingan tepung suci. Pada masa jahilyah Arab, kaum Arab mempersembahkan lembu dan onta ke Ka'bah sebagai qurban untuk Tuhan mereka. 
Ketika Islam turun diluruskanlah tradisi tersebut dengan ayat Allah:5. 2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah [389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.
Islam mengakui konsep persembahan kepada Allah berupa penyembelihan hewan, namun diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bersih dari unsur penyekutuan terhadap Allah. Islam memasukkan dua nilai penting dalam ibadah qurban ini, yaitu nilai historis berupa mengabadikan kejadian penggantian qurban nabi Ibrahim dengan seekor domba dan nilai kemanusiaan berupa pemberian makan dan membantu fakir miskin pada saat hari raya. Dalam hadist riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Zaid bin Arqam, suatu hari Rasulullah ditanyai "untuk aapa sembelihan ini?" belian menjawab: "Ini sunnah (tradisi) ayah kalian nabi Ibrahim a.s." lalu sahabat bertanya:"Apa manfaatnya bagi kami?" belau menjawab:"Setiap rambut qurban itu membawa kebaikan" sahabat bertanya: "Apakah kulitnya?" beliau menjawab: "Setiap rambut dari kulit itu menjadi kebaikan".
Qurban juga ditujukan untuk memberi makan jamaah haji dan penduduk Makkah yang menunaikan ibadah haji. Dalam surah al-Hajj ditegaskan"
22. 34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).Begitu juga dijelaskan:
22. 27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus [985] yang datang dari segenap penjuru yang jauh, [985]. "Unta yang kurus" menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.
22. 28. supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan [986] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [987]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. [986]. "Hari yang ditentukan" ialah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. [987].
Dalil-dalil qurban:
1. Firman Allah dalam surah al-Kauthar: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". Ayat ini boleh dijadikan dalil disunnahkannya qurban dengan asumsi bahwa ayat tersebut madaniyyah, karena ibadah qurban mulai diberlakukan setelah beliau hijrah ke Madinah.
2. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik r.a.:"Rasulullah berqurban dengan dua ekor domba gemuk bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau dengan membaca bismillah dan takbir, beliau menginjakkan kakinya di paha domba".
Hukum Qurban:
1. Mayoritas ulama terdiri antar lain: Abu Bakar siddiq, Uamr bin Khattab, Bilal, Abu Masud, Said bin Musayyab, Alqamah, Malik, Syafii Ahmad, Abu Yusuf dll. Mengatakan Qurban hukumnya sunnah, barangsiapa melaksanakannya mendapatkan pahala dan barang siapa tidak melakukannya tidak dosa dan tidak harus qadla, meskipun ia mampu dan kaya.Qurban hukumnya sunnah kifayah kepada keluarga yang beranggotakan lebih satu orang, apabila salah satu dari mereka telah melakukannya maka itu telah mencukupi. Qurban menjadi sunnah ain kepada keluarga yang hanya berjumlah satu orang. Mereka yang disunnah berqurban adalah yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya yang kebutuhan makanan dan pakaian.
2. Riwayat dari ulama Malikiyah emngatakan qurban hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.
Adakah nisab qurban?
Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran seseorang disunnahkan melakukan qurban.Imam Hanafi mengatakan barang siapa mempunyai kelebihan 200 dirham atau memiliki harta senilai itu, dari kebutuhan tinggal, pakaian dan kebutuhan dasarnya.
Imam Ahmad berkata: ukuran mampu quran adalah apabila dia bisa membelinya dengan uangnya walaupun uang tersebut didapatkannya dari hutang yang ia mampu membayarnya.
Imam Malik mengatakan bahwa ukuran seseorang mampu qurban adalah apabila ia mempunyai kelebihan seharga hewan qurban dan tidak memerlukan uang tersebut untuk kebutuhannya yang mendasar selama setahun. Apabila tahun itu ia membutuhkan uang tersebut maka ia tidak disunnahkan berqurban.
Imam Syafii mengatakan: ukuran mampu adalah apabila seseorang mempunyai kelebihan uang dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, senilai hewan qurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq.
Keutamaan qurban:
1. Dari Aisyah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda:"Amal yang paling disukai Allah pada hari penyembelihan adalah mengalirkan darah hewan qurban, sesungguhnya hewan yang diqurbankan akan datang (dengan kebaikan untuk yang melakukan qurban) di hari kiamat kelak dengan tanduk-tanduknya, bulu dan tulang-tulangnya, sesunguhnya (pahala) dari darah hewan qurban telah datang dari Allah sebelum jatuh ke bumi, maka lakukanlah kebaikan ini". (H.R. Tirmidzi).
2. Hadist Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:"Tiada sedekah uang yang lebuh mulia dari yang dibelanjakan untuk qurban di hari raya Adha"(H.R. Dar Qutni).
Waktu penyembelihan Qurban
Dari Jundub r.a. :Rasulullah melaksanakan sholat (idulAdha) di hari penyembelihan, lalu beliau menyembelih, kemudian beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka hendaknyha ia mengulangi penyembelihan sebagai ganti, barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah". (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Barra' bin 'Azib, bahwa paman beliau bernama Abu Bardah menyembelih qurban sebelum sholat, lalu sampailah ihwal tersebut kepada Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa menyembelih setelah sholat maka sempurnalah ibadahnya dan sesuai dengan sunnah (tradisi) kaum muslimin"(H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadist Barra' bin 'Azib, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Pekerjaan yang kita mulai lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah sholat lalu kita pulang dan menyembelih, barangsiapa melakukannya maka telah sesuai dengan ajaran kami, dan barangsiapa memulai dengan menyembelih maka sesungguhnya itu adalah daging yang ia persembahkan untuk keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan ibadah"(H.R. Muslim).
Imam Nawawi menegaskan dalam syarah sahih Muslim bahwa waktu penyembelihan sebaiknya setelah sholat bersama imam, dan telah terjadi konsensus (ijma') ulama dalam masalah ini. Ibnu Mundzir juga menyatakan bahwa semua ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyembelih sebelum matahari terbit.
Adapun setelah matahari terbit, Imam Syafi'i dll menyatakan bahwa sah menyembelih setelah matahari terbit dan setelah tenggang waktu kira-kira cukup untuk melakukan sholat dua rakaat dan khutbah. Apabila ia menyembelih pada waktu tersebut maka telah sah meskipun ia sholat ied atau tidak.
Imam Hanafi mengatakan: waktu penyembelihan untuk penduduk pedalaman yang jauh dari perkampungan yang ada masjid adalah terbitnya fajar, sedangkan untuk penduduk kota dan perkampungan yang ada masjid adalah setelah sholat iedul adha dan khutbah ied.
Imam Malik berkata: waktu penyembelihan adalah setelah sholat ied dan khutbah. Imam Ahmad berkata: waktunya adalah setelah sholat ied.Demikian, waktu penyembelihan berlanjut hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Tidak ada dalil yang jelas mengenai batas akhir waktu penyembelihan dan semua didasarkan pada ijtihad, yaitu didasarkan pada logika bahwa pada hari-hari itu diharamkan berpuasa maka selayaknya itu menjadi waktu-waktu yang sah untuk menyembelih qurban.
Menyembelih di malam hari
Menyembelih hewan qurban di malam hari hukumnya makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad: menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa, bukan qurban.
Hewan yang disembelih:
Imam Nawawi dalam syarah sahih Muslim menegaskan telah terjadi ijma' ulama bahwa tidak sah melakukan qurban selain dengan onta, sapi dan kambing. Riwayat dari Ibnu Mundzir Hasan bin Sholeh mengatakan sah berqurban dengan banteng untuk tujuh orang dan dengan kijang untuk satu orang.
Adapun riwayat dari Bilal yang mengatakan: "Aku tidak peduli meskipun berqurban dengan seekor ayam, dan aku lebih suka memberikannya kepada yatim yang menderita daripada berqurban dengannya", maksudnya bahwa beliau melihat bahwa bersedekah dengan nilai qurban lebih baik dari berqurban. Ini pendapat Malik dan Tsauri. Begitu juga riwayat sebagian sahabat yang membeli daging lalu menjadikannya qurban, bukanlah menunjukkan boleh berqurban dengan membeli daging, melainkan itu sebagai contoh dari mereka bahwa qurban bukan wajib melainkan sunnah.
Makan daging qurban
Hukum memakan daging qurban yang dilakukan untuk dirinya sendiri, apabila qurban yang dilakukan adalah nadzar maka haram hukumnya memakan daging tersebut dan ia harus menyedekahkan semuanya. Adapun qurban biasa, maka dagingnya dibagi tiga, sepertiga untuk dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga untuk disedekahkan.
Membagi tiga ini hukumnya sunnah dan bukan merupakan kewajiban. Qatadah bin Nu'man meriwayatkan Rasulullah bersabda:"Dulu aku melarang kalian memakan daging qurban selama tiga hari untuk memudahkan orang yang datang dari jauh, tetapi aku telah menghalalkannya untuk kalian, sekarang makanlah, janganlah menjual daging qurban dan hadyu, makanlah, sedekahkanlah dan ambilah manfaat dari kulitnya dan janganlah menjualnya, apabila kalian mengharapkan dagingnya maka makanlah sesuka hatimu"(H.R. Ahmad).
Sebaiknya dalam dalam melakukan qurban, pelakunyalah yang menyembelih dan tidak mewakilkannya kepada orang lain. Apabila ia mewakilkan kepada orang lain maka sebaiknya ia menyaksikan. Wallahu'alam bissowab