sugeng rawuh


widget

Senin, 21 Maret 2016

SERAT WULANGREH DURMA
“ AJA SOK ANGRASANI ”

Adalah kenyataan bahwa sepanjang kita masih hidup dan bergaul dengan sesama manusia, maka ketiga hal ini pasti kita jumpai setiap hari: Pertama “Nggunggung, Ngumpak atau Ngalem” (Dalam hal ini ngalem dalam pengertian memberikan pujian yang kelewat batas). Yang kedua: nacad, memaoni atau mada. sedangkan ke tiga adalah: Ngrasani.

Mengenai Nacad, Memaoni dan  Mada (Mencela) dapat dibaca pada  Sesiku Telung Prakara Menurut Serat Wulangreh: Aja anggunggung, aja nacad lawan aja memaoni.

YANG MERASA ELING MENGINGATKAN YANG TIDAK ELING

Wulangreh, Durma, bait ke- 8
Pada gambar di samping dapat dibaca bait ke 8 pupuh Durma: Disebutkan supaya yang “eling” mengingatkan teman dan keluarga yang “tidak eling”. (ingkang eling angelingêna ya marang sanak konca kang lali), Bila ingin selamat, banyaklah diam, jangan suka ngrasani.

Kalimatnya diselesaikan pada bait selanjutnya, yaitu: nêmu dosa anyêla sapadha-padha; Artinya: berdosalah orang yang mencela sesamanya (nyêla: mencela; dalam hal ini orang“ngrasani” pada umumnya mencela. Jarang orang “ngrasani” kebaikan orang).

Dikatakan: sira mênênga | aja sok angrasani. Semua orang tahu bahwa “ngrasani” dalam bahasa yang lebih populer dikatakan “nggosip” mungkin juga “ngrumpi” adalah perbuatan tidak baik. Masalahnya yang tidak baik biasanya lebih nyaman, sehingga kalau sehari tidak kumpul-kumpul entah dengan tetangga atau di kantin kantor untuk membicarakan orang lain, badan rasanya tidak “seger sumyah”.

Wulangreh, Durma, bait ke- 12
Semua hal bisa menjadi bahan “rasan-rasan”. Hal ini dapat dibaca pada bait ke 12 pupuh Durma pada gambar di samping, yang terjemahannya sebagai berikut:  Sudah umum orang di depan kita dia baik (ngandhut rukun becik ngarepan kewala), tetapi di belakang dia “ngrasani” yang bukan-bukan (ing wuri angrasani ingkang ora-ora). Baik buruk dirasani tanpa pilih-pilih (kabeh kang rinasanan, ala becik den rasani, tan parah-parah). Sungguh menyedihkan.

Catatan: Kata “Wirangrong” mengandung makna kesedihan sekaligus kode bahwa pupuh berikutnya adalah tembang “wirangrong”

TIDAK USAH IKUT-IKUTAN NGRASANI

Pernah saya tulis dalam “ana catur mungkur” kalau mendengar orang “ngrasani” lebih baik kita “diam” tidak usah ikut nimbrung. Kalau rasanya hati tidak senang dan khawatir tidak bisa “samudana” (Dapat dibaca di Serat Wulangreh: Sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis), ya kita “ngalih” (menyingkir) dengan sopan. Ada banyak alasan yang bisa disampaikan untuk menyingkir dengan halus.

Seorang ibu (wanita Indonesia) yang bertempat tinggal di salah satu negara Eropa pernah menyampaikan bahwa penyakit ngrasani ini juga ada di sana (sayang saya lupa tanya yang ngrasani ini komunitas Indonesia atau bukan). Yang jelas ia pilih “ngalih” daripada “ngamuk” karena tidak senang. Ia pilih ambil sepeda, pergi melihat angsa liar di danau. Ada kedamaian di situ, dan kalau toh kelompok angsa itu bersuara, ia tidak tahu bahasa angsa.
Sungguh pilihan pribadi yang bijak, sejalan dengan apa yang diingatkan oleh Sri Pakubuwana IV melalui bait ke 3 pupuh Durma pada Serat Wulangreh, di bawah yang artinya  sebagai berikut: Benar salah, baik buruk, untung dan sial semua berasal dari diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Oleh sebab itu senantiasa berhati-hatilah, waspada terhadap tipu muslihat dan tetaplah “eling”. 

Berikut isi dan penjelasan selengkapnya isi dari Pupuh Durma.

01

Dipun sami ambanting ing badanira, nyudha dhahar lan guling, darapon sudaa, nepsu kang ngambra-ambra, rerema ing tyasireki, dadya sabarang, karyanira lestari.

Biasakanlah melatih dirimu untuk prihatin dengan mengurangi makan dan tidur agar berkurang nafsu yang menggelora, heningkan hatimu hingga tercapai yang kau inginkan

02

Ing pangrawuh lair batin aja mamang, yen sira wus udani, mring sariranira, lamun ana kang Murba, masesa ing alam kabir, dadi sabarang, pakaryanira ugi.


Janganlah ragu terhadap pengetahuan lahir batin. Jika kau memahami bahwa dalam kehidupan ini ada yang berkuasa, mudah-mudahan keinginanmu terkabul

03

Bener luput ala becik lawan beja, cilaka mapan saking, ing badan priyangga, dudu saking wong liya, mulane den ngati-ati, sakeh dirgama, singgahana den eling.


Benar salah, baik buruk, serta untung rugi, bukankah berasal dari dirimu sendiri? Bukan dari orang lain. oleh karena itu, hati-hatilah terhadap segala ancaman, hindari dan ingat

04

Apan ana sesiku telung prakara, nanging gedhe pribadi, puniki lilira, yokang telung prakara, poma ywa nggunggung sireki, sarta lan aja, nacat kepati pati.


Bukankah ada tiga perkara utama yang akan membesarkanmu? Ketiga perkara tersebut adalah jangan menyombongkan diri, jangan mecela


05

Lawan aja maoni sabarang karya, sithik-sithik memaoni, samubarang polah, tan kena wong kumlebat, ing masa mengko puniki, apan wus lumrah, uga padha maoni.


Dan jangan mengritik hasil orang lain, sedikit-sedikit mengritik, segala tingkah orang lain dikritik. Memang zaman sekarang sudah lumrah orang mengritik
06

Mung tindake dhewe datan winaonan, ngrasa bener pribadi, sanadyan benera, yen tindake wong liya, pasti den arani sisip, iku wong ala, ngganggo bener pribadi.


Hanya hasil karya sendiri yang tidak dikritik karena merasa paling benar. Meskipun benar, jika perbuatan orang lain pasti dikatakan salah. Hal itu salah karena kebenarannya menggunakan (ukuran) diri sendiri

07

Nora nana panggawe kang luwih gampang, kaya wong memamaoni, sira eling-eling, aja sugih waonan, den sami salajeng budi, ingkang prayoga, sapa-sapa kang lali.


Tidak ada perbuatan yang lebih mudah daripada mengritik. Kau ingatlah, jangan terlalu sering mengritik, selalulah berpikir baik. Barang siapa yang lupa

08

Ingkang eling iku padha angilangna, marang sanak kanca kang lali, den nedya raharja, mangkono tindakira, yen tan nggugu liya uwis, teka menenga, mung aja sok ngrasani.


Dari yang ingat, maka ingatkan. Kepada sanak dan kerabat semoga bahagia. Begitu seharusnya tidakanmu, namun jika tidak diturut, maka diamlah, namun jangan membicarakan

09

Nemu dosa gawanen sakpadha-padha, dene wong ngalem ugi, yen durung pratela, ing temen becikira, aja age nggunggung kaki, meneh tan nyata, dadi cirinireki.


Kau akan berdosa pada sesame. Begitupun jika kau memuji yang belum kaubuktikan kebenarannya, jangan terburu-buru memuji, Anakku. Karena  jika tidak terbukti malah akan menjadi celaan


10

Dene kang wus kaprah ing masa samangkya, yen ana den senengi, ing pangalemira, pan kongsi pandirangan, matane kongsi malirik, nadyan alaa, ginunggung becik ugi.


Adapun yang sering terjadi pada zaman sekarang adalah jika ada orang yang disenanginya maka dipuji setinggi langit sampai matanya melotot, meskipun jelek tetapi tetap dikatakan baik


11

Aja ngalem aja mada lamun bisa, yen uga masa mangkin iya ing sabarang, yen nora sinenengan, den poyok kapati pati, nora prasaja, sabarang kang den pikir.


Kalau bisa, jangan memuji atau mencela. Namun kini, jika tidak disenangi maka akan dicela habis-habisan, yang dipikirkan pun bermacam-macam

12

Ngandhut rukun becike ngarep kewala, ing wuri angarsani, ingkang ora-ora, kabeh kang rinasanan, ala becik den rasani, tan parah-parah, wirangronge gumanti.


Pada awalnya berpura-pura baik, tetapi di belakang diomongkan yang bukan-bukan, pembicaraan pun berganti (wirangrong merupakan isyarat pergantian pola tembang beirkutnya, yaitu wirangrong)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar